Transkrip Orasi Budaya KH. D. Zawawi Imron

Assamulaikum Warahmatullahi Wabarakatuhu

Hadirin yang berbahagia yang tidak bisa saya sebut satu persatu. Bahkan nama Komisioner Bawaslu tidak bisa saya sebut satu persatu. Karena saya ingin anggap semuanya sama. Semuanya hambanya Tuhan. Saya ingin bertanya kepada anda semua, apa bedanya anda dengan garuda? Kalau garuda cukup di dadaku, tetapi anda di hatiku.

Saya mau cerita bahwa pada tahun 1964 Presiden RI 1, Ir. Soekarno mengucapkan pidato 17 Agustus 1964, Vivere Pericoloso.: Saudara-saudara sebangsa setanah air, seorang penyair Chairil Anwar namanya menyatakan “Aku ingin hidup seribu tahun lagi” aku pun kagum pada kalimat ini. Soekarno juga ingin hidup 1000 tahun. Tetapi mana mungkin, 100 tahun saja tidak mungkin. Walaupun aku tidak mungkin hidup 1000 tahun, tetapi cita-cita kemerdekaan yang kutanamkan kepada bangsaku, haqqul yakin akan hidup seribu tahun.

Itu kata Bung Karno yang pada saat itu di dengar oleh Bangsa Indonesia akan merinding seluruh tubuhnya. Karena memang cita-cita kemerdekaan Indonesia harus sampai kiamat. Dan semoga ketika saya menirukan pidato Soekarno barusan masih ada yang merinding dan tersirap darahnya.

Karena itu, Indonesia ini mempunyai tempat yang sangat strategis ditengah tengah percaturan dunia. Karena terletak di Benua Asia dan Benua Australia. Bukan hanya itu, tetapi juga terletak di Samudera Hindia, Samudera Indonesia dan Lautan Pasifik.

Indonesia kalau kita melihat di peta dunia terdiri dari ribuan pulau dipisahkan oleh laut. Tetapi sebenarnya bukan dipisahkan oleh laut. Pulau-pulau itu dipersatukan oleh laut, yang kemudian diberi nama Indonesia.

Ada satu sejarah yang cukup indah. Pada tahun 1960, ada tamu ke Indonesia. Tamu itu bernama Prof. Dr. Mahmud Syaltut, Rektor Universitas Al Azhar Kairo Mesir. Kita tahu yang namanya Mesir itu terdiri dari padang sahara yang tandus. Kalaupun ada kesuburan pun, itu hanya ada di tepian Sungai Nil.

Pada 1960 beliau sampai ke Indonesia. Beliau terpesona melihat keindahan Indonesia. Antara lain yang terlihat di Jawa Timur. Gunung biru berselendang awan, hamparan padi menguning laksana permadani keemasan di atasnya burung burung kecil menyanyikan keagungan Tuhan. Di tepi pantai buih-buih seperti kapas berkejaran mengecupi bibir pantai, dan di pantai pantai yang lain ada daun daun kelapa yang melambai-lambai mengucapkan selamat datang kepada nelayan yang membawa ikan.

Prof. Mahmud Syaltut mengucapkan kalimat yang sangat indah dan beliau berkomentar, Indonesia qudhi’at minal jannah nukilat ilal ard (Indonesia potongan surga yang diturunkan oleh Allah ke bumi).

Kakek dan nenek moyang kita di Jawa Timur itu cerdas sekali. Di Paciran Lamongan terdapat Sunan Drajat itu ngendikoh katanya, dadiyo wong sing iso rumongso, ojo dadi wong sing rumongso iso (jadilah kamu orang yang bisa merasa, jangan jadi orang yang merasa bisa).

Bisa merasa yang bagaimana? Ini kecerdasan orang Jawa Timur. Bisa merasa yang bagaimana? Kita minum air Indonesia, air Indonesia menjadi darah kita. Kita makan beras dan buah Indonesia, menjadi daging kita. Kita menghirup udara Indonesia, menjadi nafas kita. Kita bersujud di bumi Indonesia, bumi Indonesia menjadi sajadah kita. Dan bila tiba saatnya kita mati, tubuh kita akan tidur di pelukan bumi Indonesia dan tubuh kita yang hancur membusuk akan bersatu kembali dengan harumnya bumi Indonesia. Maka tidak ada alasan untuk tidak mencintai bangsa dan tanah air.

Kalau semua merasa sebagai putra ibu pertiwi Indonesia, maka sesama putra ibu pertiwi tidak boleh bertengkar, tidak boleh saling fitnah, tidak boleh adu domba. Sebenarnya domba-domba sendiri sudah aman. Ada yang mengganti, saya dan kita menjadi domba dan diadu.

Jadi kalau kita punya otak yang cerdas dan hati yang indah. Sehingga tidak punya waktu untuk mencaci maki. Tidak mempunyai waktu untuk menyalahkan orang lain. Orang yang cerdas selalu menyalahkan diri sendiri daripada mencari kesalahan orang lain. Karena itu di tempat ini, Bawaslu mencanangkan agar kita iso rumongso bahwa kita putra Indonesia yang tidak punya kebencian kepada siapapun, tidak suka diadu domba, bahkan kalau ada orang bertengkar, Bawaslu Jawa Timur akan mendamaikannya.

Dari ribuan jendela yang berbeda, kita akan melihat langit biru yang sama. Itu kemanusiaan. Iso rumongso model Jawa Timur. Kita barusan ada pemilihan Gubernur, saya dan istri saya berbeda. Loh kok berbeda? Iya berbeda, tetapi istriku tetap yang mencuci pakaianku, memasak untukku, dan karena aku memilih bukan seperti pilihannya, masakanku masih tetap seperti dulu. Gitu dong hati yang bersih.

Jadi tolong kalau suaminya atau istrinya memilih yang berbeda, tidak masalah. Itu demokrasi sejati. Karena apa? Karena dalam filosofi orang Madura ada yang namanya ateh se soklah. Apa itu? Hati yang bersih. Siapa mempunyai pikiran dan hati yang bersih, ia akan diselimuti oleh kemuliaan. Hati yang bersih tidak akan mempunyai waktu untuk membenci orang lain. Tidak ada waktu untuk memfitnah. Tidak punya waktu untuk memusuhi. Karena semuanya adalah saudara. Dan ini menjadi penting sekali. Kita sebagai manusia jangan mengganti domba. Tolong istilah adu domba itu tidak ada. Karena ternyata yang berkelahi itu manusia.

Itu artinya kalau kita kembali bahwa Indonesia yang indah, maka Indonesia yang indah ini adalah ibunda kita. Siapa yang mencintainya jangan mencipratinya dengan darah. Siapa yang mencintai Ibu pertiwi Indonesia, jangan mengisinya dengan permusuhan, perkelahian dan sebagainya. Tanah air Indonesia adalah sajadah kita. Tempat kita rukun, damai, mengabdi kepada Tuhan dan kemudian kreatif untuk menuju masa depan Indonesa yang gemilang.

Jadi, Indonesia adalah potongan surga yang diturunkan oleh Allah di bumi sebagaimana yang disampaikan oleh Mahmud Syaltut pada tahun 1960, kita baru mendengar tahun 1967 ada orang Indonesia menyanyikan lagu; orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat dan batu jadi tanaman.

Jadi kesimpulannya, tanah air indah ini kalau tetap ingin indah, harus diurus oleh orang yang hatinya indah dan berbudi pekerti yang indah. Agar Indonesia yang indah ini tetap menjadi indah. Karena itu ada pemilihan umum. Semoga Indonesia di masa depan tetap diurus oleh orang yang berbudi pekerti yang indah, agar kita menjadi bangsa yang bukan hanya sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Tetapi menjadi negara dan bangsa yang paling harum budayanya di tengah-tengah dunia.

Waktu saya sudah habis. Sebentar lagi saya akan melihat Sintong yang berasal dari kata settong. Yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Jadi mari ganti hoax dengan al-haqq. Ganti kebohongan dengan kebenaran.

Sebelum sintong datang, saya ingin mengucapkan suatu hal, bahwa dari pada kita merasa sebagai orang benar di jalan yang sesat, lebih baik kita iso rumongso tetap merasa sesat di jalan yang benar.

Apa bedanya anda dengan kopyah. Kalau kopyah hanya di atas kepala, kalau anda yang di dalam hatiku, Surabaya cintaku, Bawaslu Jawa Timur dan Pemilih sayangku, jejakku kutinggal disini. Senyummu kubawa pergi.Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *