Belajar dari Biografi Kepemimpinan Ketua Bawaslu Jawa Timur
Pasca perhelatan suksesi kekuasaan lokal maupun Nasional secara damai dan berintegritas, yakni berakhirnya Pilkada Baupaten/Kota dan Pilgub Jatim 2013, Pileg dan Pilpres, telah dilantik Gubernur, Bupati dan Walikota, anggota parlemen dan Presiden serta kesuksesan Pemilihan Pilkada Serentak Tahun 2015 dengan segala dinamikanya di Jawa Timur, berlangsung dan berakhir secara sejuk tak meninggalkan secuilpun konflik social sebagaimana yang dikhawatirkan banyak pihak. Seolah terlupakan aktor-aktor dibalik kesuksesan penyelenggaraan Pemilu lokal maupun nasional yang berintegritas itu, yaitu para anggota Bawaslu dan KPU yang dengan gigih bekerja keras melahirkan pemilu berintegritas menjaga marwah demokrasi.
Sejenak perlu menoleh terhadap penyelenggara pemilu itu, dibalik keberhasilan suksesi kepempimpinan lewat penyelenggaraan Pemilu yang dijalankan, mereka semua bersahaja dan tidak jumawa bahkan bersembunyi dengan ikhlas sembari terus berdo’a menghantarkan kebahagiaan para pemegang kekuasaan anggota parlemen, kepala daerah, presiden dan wakil presiden untuk memimpin negeri ini.
Kurun waktu empat tahun terakhir di Jawa Timur harus diakui berhasil melahirkan Pemilu yang berkualitas, bermartabat dan berintegritas, baik Pemilihan Umum Kepala Daerah untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Pemilu legislatif untuk memilih anggota DPRD periode 2014-2019, serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, serta Pilkada serentak tahun 2015 dapat terlaksana tidak hanya aman dan damai tetapi juga selamat dalam melindungi seluruh hak pilih masyarakat Jawa Timur secara konstitusional.
Dibalik semua itu ada tokoh penting inspiratif yang layak untuk dihadirkan di sini seorang Doktor politik yang bernama Sufyanto sebagai Ketua Bawaslu Provinsi Jawa Timur, yang dengan setia menjaga keselamatan penyelenggaraan Pemilu di Jawa Timur. “Pemilu adalah arena berlangsungnya keinginan konstitusional seluruh warga negara sebagai pemegang kedaulatan tertinggi di Republik Indonesia untuk memilih para pemimpinnya, karenanya tidak boleh ada pihak-pihak yang melakukan intimidasi maupun manipulasi terhadap kebebasan warganya, Pemilu tidak sekedar adil tetapi Pemilu harus bermartabat dan berintegritas.” Begitu penegasannya.
Dari Cah “Angon’ Jabat Ketua Bawaslu
Siapa sangka Doktor Sufyanto yang menjabat Ketua Bawaslu Provinsi Jawa Timur sejak 2012 hingga sekarang adalah seorang anak kampung di Geplak Magetan yang kemudian mengikuti orangtuanya hijrah ke Mandailing Natal Sumatra Utara melalui program transmigrasi, sejak kecil sudah diajarkan kepemimpinan dengan menjadi ‘Cah Angon’ untuk sebutan ‘Anak penggembala’ kambing oleh ayahnya.
“Kehidupan saya tak jauh beda dengan kebanyak anak saat itu, sejak kecil sepulang sekolah mulai kelas 2 SD saya diberi tugas menggembala kambing ke sawah dan ladang, mula-mula dua, sampai lulus SMA sudah ada sekitar 40 kambing, dan dari kambing-kambing itulah sebagian dijual untuk biaya sekolah dan termasuk saya pakai ongkos untuk merantau ke Surabaya tahun 1995 lalu.” Begitu penjelasannya.
Melalui tangan dingin dan integritas kepemimpinannya Pemilu di Jawa Timur benar-benar bisa dirasakan maknanya baik oleh para pemilih maupun bagi orang-orang yang dipilih, mayoritas mereka mengapresiasi kerja-kerja pengawasan pemilu yang menerapkan strategi pengawasan pemilu mendahulukan ikhtiar pencegahan dibanding upaya-upaya penindakan atas pelanggaran pemilu. Meskipun bersahaja Ketua Bawaslu tidak pernah main-main ketika melihat pelanggaran pemilu yang terjadi, seperti kasus TPS Fiktif di Bira Barat, Ketapang Sampang, Kasus suap 13 PPK di Pasuruan, Ketua PPS mencoblos 110 lembar surat suara di Garum Blitar, semua diproses secara tegas, nyaris tidak ada persoalan pemilu yang lepas darinya, termasuk jajaran internalnya sendiripun jika melanggar akan menapatkan punishment yang sangat keras.
Dari “Kuli Bangunan” Raih “Doktor Politik”
Ketua Bawaslu Provinsi Jawa Timur yang meraih gelar Doktor politik dari Universitas Airlangga 16 Desember 2013, tidaklah mudah dalam mewujudkannya. Karena tekat yang tinggi untuk belajar yang dimiliki untuk mengejar ilmu pengetahuan tidak didukung oleh sarana, fasilitas dan biaya pendidikan yang memadai.
“Tekat saya untuk belajar tidak bisa ditawar mas sekalipun banyak keterbatasan yang saya miliki, saya ini anak kelima dari tujuh bersaudara. Dari kakak-kakak saya tidak ada yang pernah merasakan bangku kuliah. Tanpa izin orang tua saya mendaftar kuliah di IAIN Sunan Ampel Surabaya tahun 1996. Karena tidak izin maka konsekuensinya saya harus memenuhi kebutuhan kuliah dengan cari sendiri. Karena itu sambil kuliah sepulang belajar dan hari libur saya gunakan untuk bekerja mencari biaya kuliah, kerja yang harus saya lakukan adalah menjadi kuli bangunan hingga 3 tahun lamanya, bahkan saya pernah 4 bulan harus tidur di teras-teras masjid karena tidak mampu membiayai kos. Tamat sarjana tahun 2000 saya mengajar lalu dapat beasiswa meneruskan S2 di Unair lulus 2005, sambil menjadi dosen dan peneliti tahun 2007 saya melanjutkan studi S3 di Unair juga dengan biaya sendiri dan baru lulus 6 tahun kemudian tepatnya Desember 2013” Begitu mengisahkannya.
Kisah inspiratif ini mengajarkan kesungguhan dan kerja keras pasti akan meraih apa yang dicita-citakan. Kebersahajaan-kearifan kepemimpinan tidak hadir instan, tetapi harus melalui proses yang panjang. Kebermanfaatan jabatan tidak untuk kesombongan, tetapi didedikasikan untuk kebaikan lingkungan sekitar dan dunia sosialnya. Begitu inspirasi dari Doktor Sufyanto Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (BAWASLU) Provinsi Jawa Timur.
One Comment
Suyono
Salam kenal dari suyono kota probolinggo, sy senang membaca kisah inspiratifnya,…. sungguh bermanfaat buat sy dan akan sy sampaikan kepada anak saya. Trmksih