jatim.bawaslu.go.id – Surabaya. Sekitar pukul 13.00 WIB, Nur Elya Anggraini, Koordiv Humas dan Hubal Bawaslu Jatim menghadiri undangan dari BEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga (Unair) yang mengadakan acara Bincang-bincang Intelektual dengan tema Mahasiswa dalam Pusaran Pilpres: Apatisme atau Fanatisme. Berada dalam diskusi di ranah akademik menghadirkan suasana berbeda. Bagaimana keseruannnya? Berikut laporannya.
Bincang-bincang Intelektual di Unair berlangsung selama kurang lebih 2 jam. Hadir sebagai Narasumber dari Bawaslu Jatim yang diwakili oleh Nur Elya Anggraini, Dosen dari Unair, Rumayya S.E., M.Reg.Dev, dan Wartawan senior dari Surya, Rudy Hartono.
Acara yang dihadiri oleh sekitar 50 mahasiswa Unair ini berlangsung dengan dialog langsung antara narasumber dan peserta. Melly, mahasiswa angkatan tahun 2017 menjadi moderator yang langsung menghubungkan antara keterangan narasumber dengan peserta.
Kesempatan pertama di berikan oleh Ramayya untuk memantik diskusi. Dosen yang masih muda ini bukan menyampaikan materi secara teoritis, tetapi langsung memberikan pertanyaan kepada peserta tentang siapa di dalam forum yang masih golput dan yang sudah fanatik dalam menentukan pilihan.
Ternyata ada seorang mahasiswi yang mengaku akan golput dalam Pemilu. Sisanya masih bingung untuk menentukan pilihan. Secara umum peserta diskusi malah belum menentukan pilihan, terutama dalam Pilpres.
Setelah itu, moderator memberikan umpan balik kepada peserta untuk memberikan tanggapan. Salah satu peserta memberikan pandangan bahwa tema yang diusung oleh panitia cenderung memarginalkan peran mahasiswa. Karena tidak bisa menggolongkan mahasiswa dalam apatis atau fanatik. Karena sebagian mahasiswa yang menjadi organsisasi ekstra memiliki kepedulian terhadap politik.
Menanggapi hal tersebut, Rudy Hartono menyatakan bahwa kini gairah mahasiswa dalam gerakan sudah mulai menurun dibandingkan dengan era 1998. Hal ini tentu menjadi keprihatinan tersendiri. Karena mahasiswa memiliki peran signifikan dalam mengawal demokrasi.
Diskusi semakin seru. Moderator memberikan ruang yang luas bagi peserta untuk juga langsung menanggapi pernyataan dari narasumber. Dalam suasana dialog terdapat beberapa pandangan bahwa gerakan mahasiswa saat ini lebih pada kajian belaka. Karena saat akan melakukan aksi ke jalan juga berbenturan dengan sistem kampus dan juga terkesan dimarginalkan di lingkungan kampus.
Ruang dialogis tentang mahasiswa yang masih berada pada tataran wacana dan ditambah dengan adanya mahasiswi yang akan golput membuat Nur Elya Anggraini memberikan pandangan mencerahkan. “Yang kalian harus tahu, bahwa kehidupan kalian secara umum, baik diluar maupun di kampus akan ditentukan oleh Presiden dan juga anggota DPR yang akan merumuskan kebijakan. Maka kalian harus sadar dan terlibat dalam Pemilu”, paparnya.
Komisioner yang pernah menjadi santri ini juga memberikan pandangan bahwa kini tantangan mahasiswa sudah berbeda dibandingkan dengan masa lalu. Jika dulu tidak ada media sosial, kini media sosial dan produk teknologi sudah memberikan kemudahan. Tetapi kemudahan yang dimiliki masih belum bisa menjadi gerakan terstruktur dan membawa suatu isu dan perubahan tertentu.
Tantangan yang berbeda juga harus dihadapi dengan strategi berbeda. “Kalian yang berada di organisasi ekstra seperti PMII, GMNI, dan HMI aktiflah menjadi pemantau Pemilu. Karena beberapa organisasi itu sudah sudah terakreditasi secara national, maka mahasiswa Unair yang tergabung dalam organisasi ekstra itu, silakan aktif. Kami akan sangat senang jika ada yang berpartisipasi”, jelasnya.
Moderator lalu mengarahkan peserta dan narasumber ke pembahasan banyaknya hoax menjelang Pemilu. Data yang dihimpun oleh Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara menyatakan bahwa menjelang Pilpres selama Agustus 2018 hingga Februari 2019 ditemukan 771 Hoax.
Dalam kesempatan ini, Rudy Hartono sebagai wartawan senior memberikan pandangan tentang banyaknya hoax dikarenakan banyak media yang sudah kapitalistik. Sehingga mencari berita memiliki ketergantungan dengan selera pasar yang ada.
Disisi lain, Nur Elya memberikan pandangan bahwa hoax merupakan pelanggaran Pemilu. “Agar bisa terhindar dari hoax maka kita harus diet informasi. Jadi semua berita sekarang ini seperti makanan siap saji. Kalau kita tidak diet, maka kita akan sakit”, jelasnya. Setelah diskusi yang cukup lama, akhirnya sekitar jam 15.00 moderator mengakhiri diskusi. Nur Elya Anggaraini berpesan kepada mahasiwa agar terus memperbanyak baca buku dan kajian dalam berbagai prespektif. “Kalian itu beda dengan misalnya politisi. Kalian itu harus memperbanyak wacana. Ingat, berpartisipasilah dalam Pemilu. Yang masuk organ ekstra terlibatlah jadi pemantau”, pungkasnya yang disambut dengan tepuk tangan peserta.